Menantu Pahlawan Negara

Bab 693



Bab 693 Menghajar Louis

Tina hanya menanggapi ucapan Ardika dengan mendengus.

Dia tahu begitu Thomas datang, Ardika menjadi sangat percaya diri.

Pria itu mulai berlagak hebat dengan memanfaatkan kekuatan orang lain lagi.

Namun, menurutnya pria itu cukup tahu diri karena tidak menyebut–nyebut diri sendiri sebagai Dewa Perang Ardika lagi.

Kalau tidak, Thomas pasti akan menghabisinya!

Sam berlutut di lantai dengan sekujur tubuh yang gemetaran tanpa henti.

Tentu saja dia tidak akan menganggap serius ucapan Ardika.

Dia sudah memutuskan bahwa mulai hari ini dia tidak akan menggunakan julukan “Sam yang Tak Terkalahkan” lagi.

Ardika berjalan ke arah kursi malas dan duduk, lalu bertanya, “Siapa saja yang pergi ke rumah sakit untuk menangkap Pak Farlin?”

“Tuan Ardika, putraku yang membawa anggota ke rumah sakit. Aku akan segera memintanya untuk memanggil orang–orang itu masuk!”

Sam masih berlutut di lantai, tubuhnya bergerak sesuai dengan arah gerak Ardika.

Ardika hanya mengucapkan “hmm” singkat.

Tak lama kemudian, lima orang yang mengikuti Louis ke Kota Banyuli langsung dibawa masuk.

Mereka semua berlutut di lantai membentuk sebuah barisan.

Louis berinisiatif berlutut di lantai dan berkata, “Tuan Ardika, terus terang saja, tutur kataku pada Pak Farlin memang kurang sopan, tapi aku sama sekali nggak melakukan kekerasan padanya!”

“Aku tahu Pak Farlin orangnya sangat berbesar hati. Dia nggak akan mempermasalahkan hal seperti ini. Jadi, untuk sementara waktu, masalahnya nggak perlu dibahas terlebih dahulu.”

Ardika berkata, “Sekarang yang ingin kuperhitungkan adalah masalah lainnya.”

Selain penangkapan Farlin, ada masalah apa lagi?

Semua orang tercengang.

Tepat pada saat ini, Farlin berkata dengan marah, “Louis, Bu Desi yang kamu tampar di rumah sakit adalah ibu mertuanya!”

“Apa?!”

Louis terkejut bukan main.

“Dasar bajingan! Kenapa kamu nggak memberitahuku hal ini?! Nyalimu benar–benar besar!”

sangat

Saking ketakutannya, Sam merasakan jiwanya seakan–akan sudah meninggalkan raganya. Dia berkata dengan gigi terkatup,

at minta maaf pada Tuan Ardika!”

“Masalah minta maaf, nanti saja. Biarkan ayalımu yang menggantikanmu ke Kota Banyuli

untuk meminta maaf.”

Ardika melambaikan tangannya kepada Louis dan berkata, “Ke.”

“Tuan Ardika, aku benar–benar sudah menyadari kesalahanku….‘

Louis berjalan menghampiri Ardika dengan ketakutan.

“Plak!”

Ardika langsung melayangkan satu tamparan ke wajah Louis sampai–sampai pria itu terjatuh

ke lantai.

Sudut bibirnya langsung berdarah.

“Kemarilah.”

Ardika memanggilnya lagi.

Louis kembali berjalan menghampiri Ardika dengan langkah tertatih–tatih.

“Plak!”

Ardika kembali melayangkan tamparan ke wajahnya.

“Kemarilah.”

Kali ini, Louis hanya bisa merangkak menghampiri Ardika.

Tamparan kembali mendarat ke wajahnya.

Tamparan demi tamparan melayang ke wajah Louis beberapa kali lagi seperti itu. Content provided by NôvelDrama.Org.

Saat ini, Louis sudah tergeletak di lantai seperti anjing mati, dia sama sekali tidak bergerak.

Wajahnya sudah membengkak, kondisinya sudah sekarat.

Suasana di dalam ruangan itu sunyi senyap.

Semua orang tercengang melihat keganasan Ardika.

Namun, tidak ada seorang pun yang simpati terhadap Louis.

Konsekuensi seperti itu memang pantas diterima oleh Louis karena telah memukul ibu mertua Ardika!

Melihat kondisi mengenaskan putranya, hati Sam seakan–akan tersayat–sayat beribu–ribu pisau.

Namun, dia sama sekali tidak berani berkomentar.

Dia sudah mengerti mengapa Ardika memintanya untuk menggantikan Louis pergi ke Kota Banyuli untuk meminta maaf.

“Siapa yang sudah menendang ayah mertuaku?”

Setelah menghajar Louis hingga babak belur, akhirnya Ardika melepaskan Louis.

Seorang pria berlutut menghampiri Ardika dengan ketakutan.

Farlin menunjuk orang itu, lalu berkata dengan marah, “Kamu benar–benar bajingan! Tuan Jacky adalah orang cacat yang sudah duduk di kursi roda selama bertahun–tahun! Tapi, kamu malah tega

menendangnya, bahkan menendang kakinya yang bermasalah! Kalau karena tindakanmu itu aku nggak bisa melakukan operasi lagi, kulihat bagaimana kamu bisa bertanggung jawab!”

Saat itu, dia melihat ada orang yang menendang Jacky. Namun, dia tidak ingat wajah orang

tersebut.

“Sam, kamu sudah dengar sendiri ucapan Pak Farlin, ‘kan?”

Ardika mendengus dan berkata, “Kamu yang tangani saja. Keinginanku sederhana saja, mulai sekarang hingga akhir hayatnya, aku mau dia menyesali tindakannya itu!”

‘Ah….”

Sam yang sudah bertahun–tahun lamanya tidak turun tangan sendiri, kali ini dia mematahkan kaki bawahannya itu secara pribadi.

Dalam sekejap, seluruh ruangan dipenuhi oleh teriakan menyedihkan orang itu.

Beberapa orang lainnya yang ikut bersama Louis ke rumah sakit merasa sangat bersyukur.

Untung saja, mereka tidak main tangan. Kalau tidak, mereka akan berakhir menjadi orang cacat!

Setelah mematahkan kaki anak buahnya itu, Sam kembali berlutut.

“Tuan Ardika, situasi sudah seperti ini, nggak ada yang bisa kukatakan lagi. Kali ini, aku bersedia menyerahkan seluruh asetku. Aku hanya memohon pengampunan Tuan Ardika!”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.