Bab 230
Bab 230
Bab 230
“Ibu–––––––”
Tiga bocah berlari turun dari tangga, yang berada paling depan adalah Javier.
Begitu melihat Samara dia langsung memeluk kakinya, mata hitamnya penuh dengan rasa khawatir terhadap Ibunya.
Samara berlutut didepan anaknya dan memegang wajah Javier dengan sepasang telapak tangan, bertatapan langsung dan menggunakan tatapan mata dia memberi tanda agar Javier tidak sembarangan bicara.
Ibu dan anak seia sekata, Javier tentu saja mengerti maksud Ibunya.
Banyak yang ingin dikatakannya, tetapi akhirnya bocah itu tidak jadi buka mulut.
Karena dia tahu kali ini Daniel Saputro sudah bertekad sangat keras untuk mencari jejak Ibunya, Ibu ingin dia menjaga rahasia kecuali karena tidak ingin orang khawatir terhadapnya yang paling utama adalah karena masalah ini sangat serius dan bahaya.
Masalah ini.…..
Ibu ingin menanggungnya sendiri, tidak ingin melibatkan dia dan kakaknya.
Javier paham, dia sangat paham semuanya, tetapi sepasang matanya yang jernih tetap tercemar oleh perasaan sedih.
“Ibu tahu kamu sendirian berada disini, jadi ibu sekalian bawa Xavier kemari juga.” Samara berdiri dan mengenalkan kepada Oliver dan Olivia, “Ini adalah kakak Javier, namanya Xavier.”
Empat orang bocah saling bertatapan mata, saling menilai.
Dua orang bermarga Costan, dua orang bermarga Wijaya, yang sangat mereka berempat saling memandang, tidak saling membenci mali dekat.
adalah sangat
Terutama sekali Olivia, dia menjadi kesayangannya tiga orang kakak laki laki.
Mata besar Olivia bersinar sinar, dia menatap tiga orang kakak yang berdiri di hadapannya, mereka mempunyai karakter yang sangat berbeda tetapi ada satu yang sama yaitu sama sama merupakan kakak yang lembut baginya, dia tidak dapat menahan senyum yang timbul di wajahnya.
“Saya mempunyai tiga orang kakak! Kecuali Kak Oliver, sekarang ada Kak Javier, dan Kak Xavier.” Têxt © NôvelDrama.Org.
Sebenarnya Javier dan Xavier dua orang bocah ini juga sangat mengharapkan bisa memiliki seorang adik perempuan, sekarang mendengar Olivia memanggil mereka Kakak, di dalam hati mereka sangat bersyukur, tinju kecil dikepal dengan kuat kuat. Walaupun Olivia bukan adik kandung mereka, tetapi saat ini mereka bersumpah di dalam hati untuk seterusnya mereka akan bersatu padu memanjakan Ibu, mereka juga akan memanjakan Olivia.
Oliver dengan gayanya sebagai Tuan Kecil Keluarga Costan membawa Xavier ––– berkeliling dan melihat lihat Kediaman Keluarga Costan, Olivia mengekor mengikuti mereka sambil memeluk sebuah boneka beruang.
Hanya Javier––—––
Menatap Samara sambil mengerutkan keningnya: “Ibu, tentang masalah ini apakah saya boleh memberitahu Paman Asta?”
“Tidak boleh.” Samara menggeleng kepalanya, lalu tertawa, “Ibu sudah tidak bisa menghindari kekeruhan masalah ini, sedangkan orang lain semakin sedikit terlibat semakin baik.”
“Tetapi—–”
“Javier, dengarkan Ibu, tidak ada tetapi.”
Pak Michael dengan cepat telah membereskan kamar untuk Xavier.
Sudah jam 9 malam.
Samara menemani empat bocah itu membersihkan diri, semula berpikir mereka akan balik ke kamar masing masing untuk beristirahat.
Siapa sangka Olivia sambil memeluk boneka beruang, sebuah tangannya menarik ujung bajunya, dengan sepasang mata hitam menatap Samara dengan penuh haraj
“Itu.….sebelum tidur, bolehkah kamu bercerita untuk saya? Ayah sel bercerita untuk saya, tetapi tidak pernah sekalipun dilakukannya Oliver yang membacakan cerita untuk saya.”
terjanji aka
ya Kak
Tidak tahu sejak kapan penyakit afasia Olivia telah sembuh total, waktu bicara juga tidak gagap sama sekali.
Bicaranya sudah lancar sekarang, suaranya kecil dan lembut seperti permen marshmello yang manis.
Jika ide mendengar cerita sebelum tidur diutarakan oleh tiga bocah laki laki, belu tentu dia akan menyetujui.
Tetapi sekarang yang meminta adalah bocah perempuan yang mirip dengan buah hatinya
Dia tidak bisa menolak sama sekali.
“Baik, tentu saja boleh!”
Tetapi ketika Samara mulai bercerita, kecuali Olivia, tiga orang bocah lainnya juga turut menatap dan mengelilinginya.
Tidak tahu alasannya......
Tiba tiba Samara kembali teringat dengan sepasang anak kembarnya yang telah tiada.
Jika mereka masih hidup di dunia ini, akankah situasinya seperti sekarang ini, sekeluarga lengkap lima orang, bercerita untuk mereka sebelum tidur, menina
bobokan mereka?
Hatinya tiba tiba berdebar debar, Samara mulai membacakan cerita dongeng untuk empat orang bocah ini.
Gayanya bercerita biasa biasa saja tetapi empat bocah cilik itu mendengarnya dengan nikmat.
Setelah dia lelah bercerita, mereka baru kembali ke kamar masing masing dengan enggan.
Pak Michael melihat Tuan kecilnya sudah tidur semua, dia baru menghampiri Samara: “Tuan muda Asta tidak tahu kapan baru pulang? Saya sudah menyiapkan kamar untukmu, apakah kamu mau beristirahat
terlebih dahulu?”
Besok pagi pagi dia akan pergi, malam ini dia harus bertemu dengan Asta.
“Paman Michael, kamu pergilah beristirahat seperti biasa, saya akan menunggunya di ruang tamu.”